Sejarah Uang di Indonesia | Islam dan Konvensional

SEJARAH UANG – Dalam kegiatan ekonomi uang merupakan sesuatu yang sangat penting, dengan adanya uang kegiatan ekonomi dapat berjalan lancar. Uang digunakan masyarakat untuk membeli jasa maupun barang  yang diinginkannya. Uang juga digunakan sebagai penimbun kekayaan dan untuk membayar hutang.

Pengertian Uang

sejarah uang
Sourch: zaimsaidi . com

Secara umum uang terbagi menjadi 2 yaitu:

  1. Uang dalam ekonomi tradisional adalah setiap alat tukar yang bisa diterima secara umum. Alat tukar tersebut dapat berupa benda apapun yang bisa diterima oleh setiap orang di masayarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa.
  2. Uang dalam ekonomi modern adalah sesuatu yang tersedia secara umum dapat diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang dan jasa serta kekayaan berharga lainnya.

Sejarah Uang Emas Sebelum Masa Islam

sejarah uang
Sourch: pixabay . com

Uang emas dan perak telah terkenal lebih tua dari pada kedatangan Islam di semenanjung. Sebagian besar ekonom percaya bahwa uang tunai datang ketika ada persyaratan bagi manusia untuk membentuk metode pertukaran.

Sedangkan sebelum uang tunai muncul, orang cenderung bersikap barter atau produk pertukaran. Allauddin M. Zaatary, menjelaskan kemunculan uang tunai melalui berbagai tahap:

1. Masa Pemenuhan Kebutuhan Diri Secara Indivual (Marhalah Iqthishody al-Iktifa’iy al-Dzati lil Fardi).

Pada titik ini orang tidak membutuhkan uang tunai karena sudah terpenuhi dari alam, tanpa hambatan apapun. Pemenuhan keinginan manusia begitu individu (sendiri-sendiri), tidak tertarik satu sama lain

2. Masa Ekonomi Pemenuhan Kebutuhan Diri oleh Kelompok
(Marhalah Iqtishody al-Iktifaiy al-Dzati lil Jamaah).

Pada titik ini, orang-orang tumbuh dan berkembang dalam variasi, dengan keinginan ekonomi juga meningkat. Pada saat itu, orang-orang mulai mengharapkan adanya orang lain dalam memenuhi keinginan mereka, baik karena tidak mampu memenuhi keinginan sendiri, dan karena mereka enggan dalam memproduksi produk atau benda yang dibutuhkan.

Maka terbentuklahlah tim masyarakat yang mengikatkan diri pada setiap alternatif khususnya dalam upaya ekonomi rekan. Dengan demikian menghasilkan sekumpulan komunitas petani, pengusaha vesture / textile, pengusaha pertanian dll.

3. Masa Ekonomi Barter (Marhalah Iqtishody al-Mub adalah Al-Muqoyadloh).

Setelah membentuk sebuah cluster komunitas dengan ciri-ciri perkumpulan yang beragam satu sama lain seperti yang disebutkan di atas, maka setiap tim menginginkan satu sama lain.

Dalam memenuhi keinginan tersebut, mereka menganggap bahwa perdagangan (barter) perakitan bisnis mereka. Sampai saat ini, pengoperasian fungsi uang belum muncul.

4. Masa Uang Komoditas (Marhalah Iqthisody al-Nuqud Al-Siliyyah).

Begitu sistem barter mulai terasa tangguh, mulailah timbul kebutuhan akan uang tunai. Sistem Barter dirasa menyulitkan akibat mengandung beberapa kelemahan, yaitu:

  1. Double of coincidence (diharuskan dua kehendak yang selaras).
  2. Sukar dalam melakukan penentuan harga.
  3. Membatasi pilihan pembeli.
  4. Menyulitkan pembayaran tertunda, karena akan timbul masalah untuk menentukan jenis barang yang akan digunakan dalam pembayaran dan harus dibuat perjanjian mengenai mutu barang yang dijadikan sebagai pembayaran.
  5. Susah dalam menyimpan kekayaan. Maka datanglah sistem penggantian sistem kas/uang. Namun, pada dasarnya uang tunai tidak muncul seperti sekarang ini. Ada 2 perkembangan dalam bentuk uang tunai yaitu:
    • Marhalah al-Nuqud al-Maadaniyah al-Rakhishah, (Fase Koin Biaya rendah). Pada masa ini uang terbentuk dari material yang harganya relatif rendah, seperti besi, dan lain-lain. Dan jenis uang tunai ini terus digunakan sampai akhirnya manusia memperhatikan bahan yang lebih baik untuk digunakan sebagai uang, terutama emas dan perak.
    • Marhalah al-Nuqud al-Madaniyah al-Nafisah (Fase Uang Emas dan Perak). Begitu manusia mulai mengenal emas dan perak, sebagai bahan yang cukup layak untuk membentuk uang tunai, maka pemanfaatan emas dan perak sebagai pertukaran mulai diberlakukan.

Penggunaan uang emas dan perak mengalami 3 tahap pembangunan:

  1. Penggunaan emas dan perak awal. Era ini ditandai dengan pemanfaatan emas meski tanpa diperhatikan bentuk atau kandungan emas (karat). Penggunaan emas hanya diketahui berat sendiri. Sebagai hasil dari perbedaan jenis emas dan perak (karena variasi kandungan karat). Lalu ada beragam penipuan dan kecurangan. Ini mendorong orang untuk mendelegasikan pencetakan dan pengeluaran uang tunai ke negara.
  2. Masa pencetakan resmi oleh Negara. Koin emas dan perak dicetak dalam beberapa bentuk, dan sudah terkenal berapa proporsi berat dan korosi. Juga telah diidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas pengukuran berat dan kadarnya dengan menuliskan siapa yang mengeluarkan uang tersebut.
  3. Masa baru dalam Mencetak Uang Emas. Hal tersebut di atas bahwa jumlah Baru disebabkan oleh pergeseran pusat pencetakan tunai dari kawasan Asia (yang merupakan negara percetakan emas paling awal, dalam abad ke-7 SM), pindah ke negara Yunani dan Romawi. Pada saat itu mulai terkenal dengan istilah Dinar dan Dirham.

Dinar dipahami untuk dikenakan oleh orang Romawi, sedangkan dirham perak dipahami dari Persia. Seperti yang dipahami, pedagang Arab telah terdaftar di wilayah Sham, Republik Yaman dan Al-Irak.

Wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kekuatan Romawi dan Persia, telah menggunakan dinar dan dirham secara ekstensif dalam aspek perdagangan antar negara, bersama dengan para pendekar Arab. Dengan cara ini dinar dan dirham memasuki wilayah Arab yang kemudian menjadi wilayah Muslim.

Peristiwa dinar dan dirham kemudian tidak hanya menjadi budaya atau ekonomi nasional asing yang masuk ke dunia Muslim, bahkan telah menjadi babak penting sebagai ciri khas peradaban muslim yang bagus saat runtuhnya Roma dan Persia.

Sejarah Uang Dinar di Awal Masa Islam

Seperti yang telah disebutkan di atas, dinar dan dirham di hasilkan dari Roma dan Persia yang berlaku pada masa sebelum islam. Dinar Roma telah banyak beredar di kalangan penduduk Makkah, begitupun dengan dirham Persia.Keputusan arab menyebut uang emas pada saat itu dengan istilah al-ain, sedangkan uang perak yang dikenal sebagai al-wariq.

Penggunaan dinar Rome dan dirham persia adalah untuk melanjutkan agar menjadi perkembangan yang umum dan kosmopolitan orang Arab ini sampai kedatangan Islam. Meskipun saat itu beredar uang Yaman, namun penggunaannya sangat terbatas. Diskusi tentang isu dinar di kalangan pemuda Islam ini dapat berkonsentrasi pada masa kenabian dan juga khulafaur rosyidin ( Abu bakr, Umar, Usman dan Ali).

Dinar di Masa Kenabian Nabi Muhammad SAW

Dinar di masa kenabian Nabi Muhammad SAW dari awal diutusnya Nabi muhammad di (gua hira) sampai dengan wafatnya Nabi Muhammad SWA, masih berada sebelum kedatangan islam. Ajaran islam baik melalui Al quran maupun hadis, tidak membuat modifikasi apapun terhadap dinar secara fisik.

Sehingga pada saat itu belum ada dinar resmi yang dicetak sebagai simbol mata uang uma Islam. Namun, islam menghadirkan perspektif baru dalam hal ekonomi umumnya dan peraturan-aturan khusus mengenai uang tunai, di antaranya dengan pertukaran uang yang adil.

Pertanyaannya adalah, mengapa tidak dicetak uang emas khusus ummat Muslim ketika itu? Karena Rasulullah SAW terlalu sibuk dengan urusan-urusan yang jauh lebih besar dan penting. Perhatian Nabi ketika itu lebih banyak disumbangkan pada penyatuan Jazirah Arab baik agama maupun politinya.

Dinar di Masa Abu Bakr As-Siddiq ra

Kondisi ini saat masa Abu Bakr ini sangatlah berbeda dengan mas Nabi Muhammad SAW. Hal ini terjadi karena masa Abu Bakr lebih pendek dan terlalu banyak persoalan penting yang harus ditangani seperti, memerangi orang-orang murtad dan yang menolak untuk membayar zakat. Ditambah lagi adanya usaha memperluas penyebaran Islam keluar Jazirah Arab sampai Romawi dan Persia.

Dinar dalam Masa Umar ra

Masa ini ada perkembangan yang sangat penting dalam hal uang, namun lebih terkait dengan dirham (uang perak) dan tidak dalam hal dinar (uang emas). Ini benar-benar sebuah fulus (637 M) yang cetak dengan aksara Arab dalam satu segi.

Setelah itu Khalifah Umar melakukan 3 hal vital yang berhubungan dengan uang:

  1. Pencetakan uang dirham dengan pilihan Islam dalam tahun kedelapan kekhalifahan atau tepatnya tahun dua puluh H / 641 M, tipe utama dirham Islam agak konstan seperti dirham Persia yang hanya memiliki tulisan tambahan. (Al-Hamdulillah, Muhammad Rasulullah, La Ilaha illa Allah wahdahu,
    Dan tambahan nama Khlaifah Umar).
    Untuk pencetakan uang dirham ini adalah sebagai hasil pada saat itu aktivitas perdagangan diperbesar umumnya sesuai dengan semakin luasnya wilayah Islam.
  2. Penentuan tingkat dirham biasa dan keterkaitan kualitas dengan dinar kuantitas tak tentu. Pada saat itu beredar beragam gaya dirham dengan dosis yang sangat berbeda. Beberapa keputusan dosisnya.
    • misalnya Dirham al-Baghaly sebesar 8 dawaniq, dirham al-Thabary sebesar 4 dawaniq, dan dirham Yaman satu Daniq. Ada pula yang menggunakan istilah
      Mistqal. artinya satu dirham sama dengan satu mistqal. Takaran mistqal pun berbeda-beda, ada yangmenyatakan 20 Qirad, 12 qirad 10 dan lain-lain. Atas segala perbedaan tersebut Khalifah Umar membuat kebijakan dengan melihat pada apa yang berlaku di tengah masyarakat baik takaran yang rendah maupun yang tinggi. Dan akhirnya Khalifah Umar menetapkan standar dirham yang dikaitkan dengan dinar, yaitu : Satu dirham sama dengan 7/10 dinar, atau setara dengan 2,97 gr , dengan landasan standar dinar 4,25 gram emas. Standar inilah yang kemudian berlaku secara baku dalam berbagai aturan SyarI yang berkaitan dengan uang (harta) seperti zakat, mahar, diyat dan lain sebagainya
  3. Ada usaha dari Khalifah Umar ra ingin membuat uang tunai dalam bentuk lain, yaitu terbuat dari kulit hewani (kambing). Pikiran ini muncul dari kepercayaan dari khalifah melihat uang kulit binatang yang relatif lebih mudah dipegang / dibawa (Sifatnya Movetable) Oleh karena itu memudahkan transaksi. Hal ini sering dipicu oleh meningkatnya tuntutan ekonomi rakyat setelah meluasnya wilayah Islam. Perspektif ini menunjukkan bahwa masalah uang bersama dengan masalah muamalat yang ketentuannya sampai pada
    Urf atau kebiasaan yang berlaku sesuai dengan tempat dan usia. Khalifah Umar sebenarnya adalah seseorang Organisasi Kesehatan Dunia yang benar-benar memahami masalah hukum syar’i dan apa pendapatnya sepertinya tidak bertentangan dengan hukum syariah. Beliau mengerti Ushul Fiqh
    Dan tanpa sembarangan dalam menetapkan sebuah kebijakan, sebagai akibat dari dia sadar akan dimanapun masalah itu terpasang (Qathiyyah)
    Dan dimanapun masalahnya berkembang (Mutaghoiyirah)
    Meski kalif Umar adalah pemimpin terbaik saat itu, ia gagal meninggalkan prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, kasus ini terjadi dalam masalah tunai tunai. Dia bertanya pendapat dari teman yang berlawanan mengenai hal ini. Para sahabat gagal menyetujui pemikiran Khalifah, dengan pemikiran bahwa kulit binatang tidak dapat diciptakan
    Adat impor
    Karena harganya yang berharga dari kulit berfluktuasi dengan fluktuasi harga hewan itu sendiri, maka mengikuti pertumbuhan nilai yang sesuai dengan hukum
    Penawaran dan permintaan
    . Selain itu akibat karakter kulit itu sendiri sudah rusak parah atau robek sehingga tidak aman jika digunakan sebagai
    Pertukaran sedang
    . Sebagai akibat dari perspektif para sahabatnya, maka pemikiran kalif Umar tidak terwujud. Namun perspektif kaliph ini cukup untuk melepaskan sebuah pola untuk peristiwa pemikiran di dalam perbendaharaan ekonomi Islam.

Dinar di Masa Usman ibn Affan ra

Di masa ini perkembangan penting adalah pencetakan uang dirham baru dengan memodifikasi dirham Persia dan simbol Islam tertulis (seperti pada masa Umar ra). Itu dilakukan pada 23 H atau 644 M, dengan tulisan-tulisan Allahu Akbar di dalamnya.

Ada lagi yang meriwayatkan bahwa sekarang dirham pada satu segi dari gambar Croeses ke-II yang diukir dengan nama kota asalnya, dengan tanggal dan juga naskah Persia, namun di perbatasan koin ada kata-kata dalam naskah Kuffi, Yang menyiratkan rahmat dengan nama Allah, dengan nama tuhanku, bagi Allah, Muhammad, sejauh ini belum ada dinar yang dicetak khusus berinisial Islam saja.

Dinar di Masa Ali ibn Abi Thalib

Pada zaman Ali hampir tidak berbeda sama sekali dari waktu-waktu sebelumnya. Pada masa itu, uang tunai hanyalah pengulangan segi cetak dengan penambahan banyak kalimat Arab yang mengingatkan syiar-syiar Islam.

Disebutkan di Majalah Muqtathof bahwa pada koin 37 H ditulis asosiasi kalimat Arab
Waliyullah.
Pada tahun 30 H dan tiga puluh sembilan H ditulis kalimat tertulis
Bismillahi robbi.
Ada sejarah yang menyatakan bahwa tulisan di koin itu tertera Dengan asma Allah, asma Tuhanku, Tuhan adalah Allah.

Runtuhnya Sistem Dinar dan Bangkitnya Paper Money

Runtuhnya sistem dinar tidak terlepas dari perkembangan politik umat Islam pada saat itu. Kemuliaan Khilafah Islamiyah yang ringan sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi pada umumnya, lebih jauh karena masalah uang. Ini bisa menjadi sejarah transien puncak kemuliaan dinar.

Pemberontakan Abu Muslim di Khurasan menggulingkan keluarga Umayyah dan juga hukum dimulainya dan juga kelahiran keluarga kerajaan Abbasiyah, keturunan Ibnu Abbas, yang terbangun dalam jumlah 750-1258 M. Kalif Abbasiyah yang mengeluarkan uang pertama kali adalah Abu al-abbas Abdullah ibn Muhammad, pada tahun 749 M mengganti pola koin, kalimat Muhammad Rasulullah ganti Allah ahad, Allah as-shamad, lam yalid walam yulad dan di sisi belakang koin.

Sepanjang masa dinar emas Abbasiyah juga diterbitkan di Mesir dan Damaskus dengan kata-kata yang serupa dengan gambar dan cetakan di dalam dinar umayyah, terlepas dari tanggal penerbitan.

Sepanjang masa Abu Jaffar al-Mansur, koin baru diterbitkan di Teheran dan berbagai provinsi (145 H). Pada koin-koin itu terlihat nama dan gelar pangeran (diperintahkan oleh Al-mahdi Muhammad ibn ameer al-Mu’minin).

Bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran pada tahun 945 M, dan juga wilayah kekhalifahan yang terpecah-pecah. Setiap wilayah didominasi oleh dinasti tertentu, dan mereka menerbitkan beberapa dinar mereka sendiri.

Seperti Buwaihan di Negara Irak dan Iran, Tulonian di Mesir dan Republik Arab Suriah (Syiria), Fathimiyah di wilayah Afrika Utara, Mesir, Republik Arab Suriah / (Syiria) dan juga Arabia (Hijaz) dan Umayyah di Andalusia (Spanyol).

Meskipun koin-koin yang diturunkan secara regional, semua tetap menggunakan nama Khalifah Abbasiyah. Tentu nilainya lebih lemah dari pada yang dikeluarkan oleh Abbasiyah yang masih digunakan sebagai mata uang regional. Masa berikutnya yaitu dinasti Mamluk di Mesir.

Sejarah mencatat peristiwa khusus seputar jatuhnya dinasti ini karena tindakan pemerintah untuk mengubah nilai mata uang, dengan menyediakan sebagian besar uang tunai (uang tembaga). Al-Maqrizi, seorang ekonom Muslim yang pernah bertugas sebagai Muhtasib atau pengawas pasar, di zaman dinasti Mamluk abad ke-14 M.

Diceritakan dalam kitab yang sangat masyhur (Ighathat al-ummah bi Kashf al-ghummah atau Menolong Bangsa dengan melihat pencetus persoalannya) yang dia tulis di kalender Islam Muharram 808 H atau 1405 m. Isinya ar hasil analisis Maqrizi tentang penyebab gugurnya keluarga bani Mamluk.

Maqrizi dengan jelas mengutuk penguasa saat itu, yang menerbitkan fulus sebagai penyebab utama penderitaan orang-orang yang pada akhirnya menggulingkan keluarga klan Mamluk. Dengan adanya fulus, terjadilah inflasi besar yang menyebabkan kemiskinan rakyat, sebuah kejadian yang sangat mirip dengan krismon ini.

Penjaga terakhir dinar emas adalah dinasti di Turki (Usmaniyah). Pemanfaatan dinar terus bertahan sampai abad ke-20 yang pertama, dan akhirnya lenyap dari peredaran pada tahun 1924, meskipun banyak yang mencoba menukar dinar emas diciptakan berkali-kali.

Hanya setelah kejatuhan Sultan Abdul Hamid II, yang kemudian digantikan oleh beragam sultan boneka yang khalifahnya dirusak oleh Kemal Attaturk, dinar Islam hanya menjadi sebuah cerita. Dari sejarah itu, terlihat perubahan mata uang masing-masing dinar dan dirham, mulai dari abad kedua Hijrah sampai runtuhnya kota Baghdad, yang ditandai dengan 2 hal:

  1. Perubahan dalam jenis fisik uang tunai.
  2. Perubahan kandungan atau nilai intrinsik uang.

Perubahan Bentuk Fisik Mata Uang

1. Perubahan tulisan yang terkandung di dalam uang tersebut. Pada hari-hari itu benar-benar ditulis nama-nama Khalifah, anak-anaknya, bersamaan dengan julukan yang lengkap. Tulisan-tulisan yang terkandung di dalam uang tunai pada saat itu banyak menyoroti kedudukan, kekuatan dan kesombongan penguasa yang mencetaknya.

Ini sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya, yang lebih menyoroti simbol-simbol Islam dan juga kalimat-kalimat dari Asma Allah dan juga Shalawat Nabi, sebagai bukti semangat pemersatu Bangsa Islam di dalam bidang ekonomi.

2. Perubahan bentuk uang, dari bulat menjadi persegi empat. Perubahan ini terjadi di setiap mata uang dinar dan juga dirham.

Perubahan dari Segi Kandungan atau Instrik Uang

1. Mulai masuknya kecurangan-kecurangan dalam standar yang sudah sesuai dengan standar syarie yang ditetapkan Umar ibn Khathab. Kecurangan-kecurangan itu terjadi karena kuasa politik saat itu tidak lagi terpusat pada satu Mohammedan tapi terpecah-pecah menjadi khalifah-khalifah kecil yang lemah.

Sehingga pencetakan uang terjadi atas kehendak khalifah dan berbeda antar satu dengan lainnya. Tidak adanya persatuan dalam standar penyebaran yang tidak terkontrol, sehingga embuat mata uang dinar dan dirham pada saat itu tidak lagi mempunyai kekuatan riil secara hard currency dalam perdagangan Internasional. Inilah bentuknya buruk dari perpecahan politik ummat Islam.

2. Ada usaha-usaha mencoba untuk mencetak uang tunai selain dinar dan dirham dan memaksakan varietas mata uang yang berbeda. Pada saat Daulat Bani Fathimiyah (296-567 H / 909-1171 M) khususnya masa Al-hakim (386-411H) dikeluarkan uang zujajiyah (uang koin) karena saat itu dibutuhkan beberapa uang namun pasokan emas dan perak tidak memadai untuk mencetak uang tunai.

Seperti itulah perubahan yang terjadi sebelum kota Baghdad jatuh. Adapun setelah itu perkembangan politik didominasi oleh barat dan mulailah masa kebangkitan sistem uang kertas. Perubahan ekonomi dari uang emas ke masa uang kertas merupakan suatu proses yang panjang, berlangsung tidak kurang dari 3 abad.

Masa transisi dimulai pada abad ke-17 M. Sebelum membahas jauh mengenai kenaikan sistem mata uang kertas, penting untuk membahas bahwasannya penggunaan uang kertas bukanlah suatu hal yang baru setelah runtuhnya sistem uang emas.

Keberadaan uang ketas telah diakui dan diterima di beberapa wilaya dunia. Namun penggunaannya dalam ruang yang sangat kecil dan bukan sistem di seluruh dunia yang mengendalikan ekonomi dunia seperti saat ini.

Beberapa bukti penggunaan uang kertas diyakini telah dikenal di masa Babilonia. Mata uang juga lebih dikenal di China pada abad ke-7 Masehi. Demikian pula, dalam abad ke-7 Hijriah atau abad ke-12 M, uang kertas dinyatakan dalam kota Tibris (693 H).

Kebenaran ini membuktikan bahwa manusia sepanjang sejarah tidak semata-mata terpaku pada uang tunai komoditas dalam bentuk uang tunai emas dan perak. Kebutuhan manusia untuk uang tunai mendorong individu untuk menghasilkan uang tunai baru. Sebenarnya itu juga sudah dilakukan Khalifah Umar ibn Khatthab ra meski tidak terealisasi, seperti yang telah disebutkan di atas.

Ini menunjukkan bahwa masalah uang termasuk kategori Ijtihadi yang perkembangannya ditetapkan oleh kondisi manusia itu sendiri.

Itulah sebabnya beberapa ulama telah menyatakan validitas penggunaan uang kertas. Alasan untuk menerima uang kertas ini adalah sebagai akibat dari mata uang yang diperhitungkan mampu memenuhi keinginan manusia dalam menyelesaikan aktivitas ekonomi yang semakin lama makin macet.

Sedangkan mata uang emas diperhitungkan tidak akan fleksibel dalam supply-nya yang disebabkan oleh keterbatasan sumber daya alam. Bagaimanapun, sejarah akhirnya bisa menunjukkan bahwa sistem mata uang ini tidak sepi dari kelemahan.

Bahkan uang kertas sangat rentan, karena tidak adanya keterkaitan antara nilai instrinsik dan ekstrinsik.

Perspektif ulama yang menetapkan syarat-syarat yang ketat dalam penggunaan uang kertas (sebagaimana yang sudah ditetapkan Imam Ghazali)  juga tidak dapat menunjukkan bahwa sistem uang kertas lebih baik daripada uang emas. Perspektif hati-hati ulama dalam penggunaan mata uang adalah tanda kerentanan mata uang ini.

Sejarah Beberapa Tahapan Lahirnya Sistem Uang Kertas

1. ada beberapa bukti yang menunjukkan kebutuhan penggantian koin. Hal ini sering sebagai hasil tambahan karena mudah untuk dibawa juga menimbulkan bahaya yang cukup besar yang memungkinkan untuk dicuri atau perampokkan dalam jumlah banyak.

Masalah ini dihadapi oleh orang-orang kaya setiap kali bepergian atau pernah resepsi. Dengan demikian mereka kemudian menyetor logam mulia mereka dan juga uang ke pusat penitipan, kemudian mereka mendapatkan surat bukti dari deposit.

Pada saat itu kertas bukti belum beroperasi seperti fungsi uang tunai. Meskipun buktinya diterima di mana-mana, alat itu tidak bisa digunakan sebagai alat tukar secara langsung. Bukti tersebut baru bisa mendapatkan nilai sebagai alat tukar, ketika dikembangkan kepada tempat penitipan asalanya. Karena itu tanda bukti itu bisa tepat dikatakan sebagai pengganti sementata uang.

2. Karena kepercayaan masyarakat akan meningkat, ada kotak uang deposit yang mengeluarkan dokumen deposit uang, beberapa di antaranya menggunakan buktinya sebagai alat tukar. Oleh karena itu mulailah peredaran surat di antara mereka, dan berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain untuk dijadikan media pertukaran dalam berbagai transaksi sambil tidak menyentuh kiper yang memasoknya. Meski sudah beredar suratnya luas, tetapi belum menjadi alat tukar resmi dan pemerintah pun belum menyatakan sebai uang.

3. Banyaknya peredaran kertas bukti tersebut membuat masyarakat tanpa merujuk kepada tempat penitipan mendorong lembaga penitipan untuk mengeluarkan surat bukti penitipan fiktif yang sebenarnya tidak ada barang atau uang yang dititipkan.

Leave a Comment